Berikut Tanggapan WHO Terkait Mencampur Dosis Vaksin Diklaim Aman

 

Ilustrasi, sumber foto: ANTARA FOTO/REUTERS/DADO RUVIC/ILLUSTRATION/HP/CF


8Tangkas - Sebagian negara seperti Kanada, Finlandia, Prancis, Norwegia, Swedia, Spanyol, dan Korea Selatan kini mulai melakukan pencampuran dosis vaksin COVID-19 dari berbagai produsen. Beberapa negara melakukan ini karena kekurangan suplai, tapi ada pula yang sengaja melakukannya untuk meningkatkan efektivitas vaksin. Lantas, apakah mencampur dosis vaksin sudah terbukti aman?


Melansir dari Reuters, kepala ilmuwan World Health Organization (WHO), Soumya Swaminathan mengatakan bahwa pencampuran dosis vaksin bisa menjadi tren yang berbahaya. Oleh sebab itu, individu yang ingin melakukan pencampuran vaksin tidak boleh memutuskan sendiri . Hanya lembaga kesehatan masyarakat yang boleh memutuskan berdasarkan data yang sudah tersedia. 


Lantas, Apakah Pencampuran Vaksin Boleh Dilakukan?


Menurut ahli penyakit infeksi WHO, Dr Katherine O’Brien, saat ini ada 17 jenis vaksin COVID-19 yang banyak digunakan di seluruh dunia. Sebagian besar vaksin COVID-19 bekerja dengan menargetkan spike protein. Nah, sejauh ini data terkait apakah pencampuran vaksin mampu menghasilkan efektivitas untuk menargetkan protein lonjakan tersebut masih sangat terbatas. 


Itu sebabnya, perlu ada data yang konkret terkait jenis vaksin apa saja yang boleh dicampur untuk mempertahankan efektivitas vaksin. Mencampur jenis vaksin yang tidak disetujui berisiko menyebabkan dampak kesehatan yang negatif atau mengurangi efektivitas. Efek samping yang dapat timbul akibat mencampur jenis vaksin dilaporkan mirip seperti pemberian vaksin COVID-19 umumnya.


Pencampuran vaksin dari produsen yang berbeda untuk penyakit tertentu seperti influenza, hepatitis A, dan penyakit lainnya, sebenarnya pernah dilakukan di masa lalu. Terkadang pilihan ini harus diambil karena terbatasnya stok vaksin, keterlambatan produksi, data terbaru tentang efek samping yang perlu diselidiki, dan alasan lainnya. Jadi, pertanyaan apakah pencampuran vaksin boleh dilakukan, semuanya bergantung pada jenis vaksinnya. Sebab tidak semua jenis vaksin dapat saling dicampurkan. 


Penelitian Terkait Pencampuran Dosis Vaksin


Sejauh ini data terkait pencampuran vaksin hanya terbatas untuk vaksin AstraZeneca dan vaksin berplatform mRNA lainnya, seperti Pfizer atau Moderna. Katherine menjelaskan bahwa pemberian dosis vaksin AstraZeneca kemudian Pfizer atau Moderna untuk dosis berikutnya terbukti memberikan respons antibodi yang kuat. Di Amerika Serikat, uji klinis sedang dilakukan terkait penggunaan vaksin campuran sebagai suntikan booster pada orang dewasa yang sudah divaksinasi lengkap. 


Prancis dan Jerman juga telah menyarankan vaksin campuran dalam beberapa kasus. Ini karena pemerintah tersebut tidak lagi merekomendasikan vaksin AstraZeneca untuk kelompok usia tertentu. 


Di samping itu, Kanada, Finlandia, Prancis, Norwegia, Swedia, Spanyol, dan Korea Selatan juga telah mengizinkan penggunaan vaksin yang berbeda untuk dosis kedua jika dosis pertama yang diberikan adalah AstraZeneca. 


Studi Combivacs Spanyol menunjukkan bahwa orang yang menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca dan dosis kedua vaksin Pfizer memiliki respons yang lebih kuat daripada pasien yang menerima dua dosis AstraZeneca. 


Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Oxford Vaccine Group’s Com-Cov trial menunjukkan bahwa orang yang menerima vaksin campuran justru mengalami efek samping yang lebih parah. Kendati demikian, studi ini belum menentukan dampak pencampuran vaksin pada sistem kekebalan tubuh.


Para peneliti dari National Institutes for Food and Drug Control di China baru-baru ini menguji empat jenis vaksin COVID-19 yang berbeda pada tikus. Hasilnya, tikus yang menerima dosis pertama vaksin adenovirus diikuti dengan dosis kedua dari jenis vaksin yang berbeda memiliki respon imun yang lebih kuat. Namun, hasil ini tidak terjadi ketika jenis vaksin diberikan dalam urutan terbalik.

0 komentar:

Posting Komentar